Senin, 23 Januari 2012

LATIHAN SOAL KAIDAH USHUL FIQH


Berilah tanda silang pada jawaban yang benar (X) diantara huruf  a, b, c, d atau e!

1.      Suatu lafadz menjadi mujmal dikarenakan …
a.       memiliki lebih dari satu pengertian
b.      dipindah makna bahasa kepada makna khusus
c.       memiliki satu pengertian
d.      bersifat umum
e.       a dan b benar
2.      Bila ada lafadz mujmal sedang tidak ada keterangan dari syara’ maka hukumnya …
a.       tawakkuf
b.      diambil salah satu
c.       ditarjih
d.      dipakai semuanya
e.       semuanya benar
3.      Kalimat   تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ    dalam bahasa Arab adalah …
a.       mujmal
b.      bayyan
c.       ijmal
d.      mutlak
e.       muqayyad
4.   Muradif sama artinya dengan …
a.       sinonim
b.      antinim
c.       majaz
d.      metafora
e.       denotatif
5.   Beberapa lafadz yang memiliki arti yang sama adalah …
a.       muradif
b.      musytarak
c.       mujmal
d.      mubayyan
e.       mutlaq
6.      Perbedaan pendapat dalam maslah lafadz muradif terjadi dalam hal …
a.       istinbat hukum
b.      penggunaannya dalam bacaan shalat
c.       penggunaanya dalam dzikir
d.      kehujjahannya
e.       b dan c benar
7.      Bila ada lafadz musytarak tanpa adanya penjelasan mana yang dikehendaki oleh syara’ maka …
a.       ditarjih
b.      dinasakh
c.       ditinggalkan (Tawaquf)
d.      digunakan semuanya
e.       dita’wil
8.      Lafadz   يَسْجُدُ    (bersujud) adalah musytarak karena memiliki dua pengertian yaitu
a.       sujud dan shalat
b.      meletakkan dahi diatas bumi dan tunduk
c.       shalat dan ibadah
d.      tunduk dan patuh
e.       tunduk dan beribadah
9.      Dzahir dalam istilah fuqaha adalah …
a.       lafadz yang mengandung pengertian hakiki
b.      lafadz yang mengandung pengertian majas
c.       lafadz yang tertuju pada dua makna tetapi lebih berat menuju kepada salah satunya yang lebih jelas
d.      lafadz yang memiliki arti yang jauh
e.       lafadz yang memiliki lebih dari satu pengertian
10.      Ta’wil menurut istilah adalah …
a.       memalingkan lafadz dari makna majas menuju makna haqiqi
b.      menafsirkan makna lafadz supaya lebih jelas
c.       membelokkan lafadz dari makna dhahir kepada makna lain
d.      penggunaan lafadz dari makna khusus menjadi makna umum
e.       sama dengan  pengertian tafsir

II. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jelas ?
1.      Sebutkan kaidah-kaidah amar dan contohnya
2.      Sebutkan contoh contoh lafadz khas
3.      Berikan contoh lafadz muqoyyad
4.      Jelaskan perbedaan mutlaq dan muqoyyad
5.      Bedakan antara nasikh dan mansukh

B.     TUGAS Individu
Isilah kolom di bawah ini dengan benar!
No

Kaidah Ushul Fiqih
Contoh ayat / hadits
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Amar
Nahi
‘Am
Khash
Mutlaq
Muqayyad
Muradif
Musytarak
Zahir
Ta’wil



C.     TUGAS Kelompok
Diskusikan dengan temanmu kemudian tulislah hasilnya!
1.      5 Ayat Al-Qur'an yang berbentuk Amr
2.      5 Ayat Al-Qur'an yang berbentuk Nahi
3.      5 Ayat / hadits nasikh dan mansukh
4.      5 Ayat / hadits yang berbentuk mantuq
5.      5 Ayat / hadits yang berbentuk mafhum 

RANGKUMAN KAIDAH USHIL FIQH


1.      Pengertian Amar       ( َاْلاَمْرُ )
الاَمْرُ طَلَبُ الْفِعْلِ مِنَ الاَعْلَى اِلَى الاَدْنَى
“Amar adalah perkataan meminta kerja dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih rendah.”
2.      Bentuk-Bentuk Amar dan Contohnya
a.       Fi’il Amar
b.      Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam amar : ولتكن
c.       Isim Fi’il Amar
d.      Isim Masdar pengganti fi’il
e.       misal kata :    $ZR$|¡ômÎ)  = berbuat baiklah
f.       Kalimat Berita (Kalam Khabar) bermakna Insya
g.      Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti perintah
أَمََرَ,فَرَضَ, كَتَبَ, وَجَبَا
3.      Kaidah-Kaidah Amar dan Maknanya
a.       Kaidah pertama
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”
b.      Kaidah Kedua : Perulangan dalam Suruhan
1)      Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التِكْرَار
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-ulangnya pekerjaan yang dituntut.”
2)      Amar (perintah) itu menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ يَقْتَضِى التِكْرَار مُدَّةَ العُمْرِ مَعَ الاِمْكَانِ
 “Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
c.       Kaidah Ketiga
الاَمْرُبِالشَّيْئِ اَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ
“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya / perantara.”

d.      Kaidah Keempat
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى الفَوْرَ
“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan segera.”
e.       Kaidah Kelima
الاَمْرُ بَعْدَ النَّهْيِ يُعِيْدُ الابَاحَةِ
“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”

4.      Pengertian Nahi (larangan)
النَهْيُ هُوَ طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الاَعْلَى اِلَى الاَدْنَى
“Larangan ialah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu dari orang yang lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih rendah tingkatannya.”
5.      Bentuk-Bentuk Nahi
a.       Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiah” / lam nahi = janganlah
b.      Lafadz-lafadz lain yang memberikan pengertian haram atau perintah meninggalkan perbuatan / suatu larangan.
6.      Kaidah-Kaidah Nahi dan Maknanya
a.       Kaidah Pertama
الاَصْلُ فِى النَهْيِ لِلتَحْرِيْمِ
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram.”
b.      Kaidah Kedua
الاَصْلُ فِى النَهْيِ المُطْلَقْ يَقْتَضِى التِكْرَارَى فِى جَمِيْعِ الاَزْمِنَةِ
“Pada dasarnya larangan mutlaq itu menghendaki pengulangan dalam segala zaman.”

c.       Kaidah Ketiga
النَهْيُ عَنْ شَيْئٍ اَمْرٌ بِضِدِهِ
“Melarang dari sesuatu itu berarti memerintahkan sesuatu yang menjadi kebalikannya.”
d.      Kaidah Keempat
النَهْيُ يَدُلُّ عَلَى فَسَادِ المُنْهِىِّ عَنْهُ
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan perbuatan yang dilarang (baik ibadah maupun mu’amalah).”
7.      Al ‘Am (العَامُ ) secara bahasa berarti umum, merata, menyeluruh, sedangkan menurut istilah Ushul Fiqih :
8.      Kaidah ‘Am
عُمُوْمُ العَّامِ سُمُوْلِيٌّ وَ عُمُوْمُ المُطْلَقِ بَدَلِيٌّ
Artinya : “Keumuman ‘am itu bersifat menyeluruh  sedangkan keumuman mutlaq itu bersifat mengganti / mewakili.”

9.      Pengertian Khash menurut istilah Ushul Fiqih :                  
الخَصُّ هُوَ اللَفْظُ الذِى يَدُلُّ عَلَى مَعْنًا وَاحِدًا
Artinya : “Lafadz yang menunjukkan satu makna tertentu.”
10.  Mutlaq menurut bahasa berarti lepas tidak terikat, adapun menurut istilah berarti suatu lafadz tertentu yang tidak terikat yang dapat mempersempit keluasan artinya.
11.  Muqayyad menurut bahasa berarti terikat. Menurut istilah adalah suatu lafadz tertentu yang terikat oleh lafadz lain yang dapat mempersempit keluasan artinya.
12.  Nash Al-Qur’an atau As-Sunnah disebutkan dengan lafadz mutlaq, sedangkan di tempat lain disebutkan dengan bentuk muqayyad,
13.  Kaidah yang berhubungan dengan Mutlaq dan Muqayyad

المُطْلَقُ يَبْقَى عَلَى اِطْلاَقِهِ مَا لَمْ يَقُمْ دَلِيْلٌ عَلَى تَقْيِيْدِهِ
 Artinya : “Hukum mutlaq ditetapkan berdasarkan kemutlakannya sebelum ada dalil yang membatasinya.”
المُقَيَّدُ بَاقٍ عَلَى تَقْيِيْدِهِ مَا لَمْ يَقُمْ دَلِيْلٌ عَلَى اِطْلاَقِهِ
Artinya : “Hukum muqayyad tetap dihukumi muqayyad sebelum ada bukti yang memutlakannya.”
14.  Mantuq secara bahasa berarti yang diucapkan, secara istilah ialah suatu makna yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri (menurut ucapannya). Mantuq bermakna tekstual / yang tersirat.
15.  Mafhum menurut bahasa artinya dipahami, sedangkan menurut istilah suatu makna yang tidak ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri, tetapi menurut pemahaman terhadap ucapan lafadz tersebut. Mafhum bermakna kontekstual (yang tersirat) apabila suatu hal atau hukum diambil berdasarkan pemahaman terhadap suatu ucapan maka dinamakan mafhum. .
16.  Mafhum dibagi menjadi dua yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah.
17.  Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi 2 macam
1)            Fahwal Khitab.
2)            Lahnal khitab.
18.  Mafhum Mukhalafah, terdiri dari enam, macam :
1)      Mafhum sifat,
2)      Mafhum syarat,
3)      Mafhum ‘adad (bilangan),
4)      Mafhum Ghayah (batas),.
5)      Mafhum Hashr (pembatas/penyingkat) itu.
6)      Mafhum Laqab

19.  Mujmal ialah lafadz yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan.
20.  Mubayyan ialah lafadz yang jelas makna dan  maksudnya, tanpa memerlukan keterangan lain untuk menjelaskannya.
21.  Macam-Macam Bayan
a.       Bayan dengan perkataan,
b.      Bayan dengan perbuatan,
c.       Bayan dengan isyarat.
d.      Bayan dengan diam setelah ada pertanyaan,.
e.       Bayan dengan meninggalkan perbuatan,
22.  Kaidah terkait dengan Mujmal dan Mubayyan
تَأْخِيْرُ البَيَانِ عَنْ وَقْتِ الحَاجَةِ لاَ يَجُوْزُ
Artinya : “Mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan tidak dibolehkan.”

23.  Muradif ialah beberapa lafadz yang menunjukkan satu arti.
24.  Zahir menurut bahasa berarti jelas, sedangkan menurut istilah ialah suatu lafadz yang jelas, lafadznya menunjukkan kepada suatu arti tanpa memerlukan
25.  Takwil menurut istilah adalah memalingkan arti zahir kepada makna lain yang memungkinkan berdasarkan dalil/bukti, sehingga menjadi lebih jelas.
26.  Kaidah berhubungan dengan Takwil
الفُرُوْعُ يَدْخُلُهُ التَّأْوِيْلُ اتِّفَاقًا
Artinya : “Masalah cabang (furu’) dapat dimasuki takwil berdasarkan konsensus.”
الاُصُوْلُ لاَ يَدْخُلُهُ التَّأْوِيْلُ
Artinya : “Masalah ushuluddin (akidah) tidak dapat menerima takwil.”

27.  Nasikh menurut bahasa dari kata نَسَحَ berarti menghapus, memindahkan atau membatalkan, sedangkan menurut istilah ushul fiqih ialah
النَّسْحُ هُوَ رُفِعَ حُكْمٌ شَرْعِيٌّ عَنِ المَكَلَّفِ بِحُكْمٍ شَرْعِىٍّ مِثْلِهِ مُتَأَخَِرِ
Artinya : “menghapus hukum syara’ yang ditetapkan terdahulu dengan hukum syara’ yang datang kemudian.” .
 Yang membatalkan disebut nasikh dan yang dibatalkan disebut mansukh.

28.  Macam-macam Nasakh
a.       QS. Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
b.      Sunnah dengan Al-Qur’an
c.       Sunnah dengan Sunnah
29.  Kaidah berhubungan dengan Naskh
القَطْعِيُّ لاَ يَنْسَخَهُ الظَّنُّ
Artinya : “Dalil qath’I tidak dapat dihapus dnegan dalil zanni.”



KAMUS ISTILAH

1. Dalalah                      ; petunjuk
2. Kaidah                      : rumusan yang menjadi dasar hukum, aturan yang
                                        sudah pasti
            3. Tersirat                    : tersimpul, tersembunyi
            4. Muskil                     : tidak jelas
            5. Sigat                        : ucapan

NASIKH DAN MANSUKH



A.    NASIKH DAN MANSUKH
Sebagaimana kita ketahui bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus tetapi bertahap untuk memudahkan umat Islam menyesuaikan diri dengan hukum-hukum yang ditetapkan Allah SWT. sehingga kadang ada hukum yang dulu sudah ditetapkan dianggap tidak berlaku lagi karena ada hukum baru yang datang kemudian. Hukum terdahulu yang dianggap tidak berlaku lagi disebut mansukh = yang dihapus, dan hukum yang datang kemudian disebut nasikh = yang menghapus.  


1.      Pengertian  Nasikh dan Mansukh
Nasikh menurut bahasa dari kata نَسَحَ berarti menghapus, memindahkan atau membatalkan, sedangkan menurut istilah ushul fiqih ialah
النَّسْحُ هُوَ رُفِعَ حُكْمٌ شَرْعِيٌّ عَنِ المَكَلَّفِ بِحُكْمٍ شَرْعِىٍّ مِثْلِهِ مُتَأَخَِرِ
Artinya : “menghapus hukum syara’ yang ditetapkan terdahulu dengan hukum syara’ yang datang kemudian.”
Yang membatalkan disebut nasikh dan yang dibatalkan disebut mansukh.
Contoh Nasikh dan Mansukh
Sabda Nabi SAW :
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَاررَةِ القُبُوْرِ اَلاَ فَزُوْرُهَا

“Dahulu aku melarang kamu berziarah kubur, sekarang berziarahlah ke kuburan karena hal itu dapat mengingatkan kamu tentang akherat.” (HR Muslim dan Abu Dawud).
Menurut hadits di atas semula ziarah kubur itu hukumnya haram. Kemudian, hukum haram itu sudah dihapus. Yang menghapuskan haramnya ziarah kubur adalah hadits Nabi SAW sendiri dengan sabdanya.

2.      Dasar Hukum Nasakh
Firman Allah SWT :
$tB ô|¡YtR ô`ÏB >ptƒ#uä ÷rr& $ygÅ¡YçR ÏNù'tR 9Žösƒ¿2 !$pk÷]ÏiB ÷rr& !$ygÎ=÷WÏB 3 öNs9r& öNn=÷ès? ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« 퍃Ïs%
“Ayat mana saja yang kami hapuskan atau kami jadikan (manusia) lupa padanya, Kami datangkan yang lebih baik  dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tidaklah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah SWTMaha Kuasa atas segala sesuatu?” (QS Al-Baqarah : 106)

(#qßsôJtƒ ª!$# $tB âä!$t±o àMÎ6÷Vãƒur ( ÿ¼çnyYÏãur Pé& É=»tGÅ6ø9$#  
“ Allah SWTmenghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki) dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahrfudz).” (QS Ar-Ra’ad/13 : 39)

3.      Syarat-syarat Nasakh
Nasakh harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a)      Yang dinasakh (dibatalkan) itu hukum syara’
b)      Pembatalan itu datangnya dari Khithab (tuntunan) syara’
c)      Nasikh harus terpisah / muntashil dari Mansukh, dan datangnya terkemudian dari mansukhnya.
d)     Mansukh tidak terikat oleh waktu
e)      Nasikh harus lebih kuat atau sama kuatnya dengan mansukh. Misalnya, Al-Qur’an dengan al-Qur’an yang sama-sama qath’i.

4.      Macam-macam Nasakh
Para ulama ushul fiqih membagi nasakh menjadi 3 macam.
a)      QS. Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
QS. Al-Anfal [8] : 65
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# ÇÚÌhym šúüÏZÏB÷sßJø9$# n?tã ÉA$tFÉ)ø9$# 4 bÎ) `ä3tƒ öNä3ZÏiB tbrçŽô³Ïã tbrçŽÉ9»|¹ (#qç7Î=øótƒ Èû÷ütGs($ÏB 4 bÎ)ur `ä3tƒ Nà6ZÏiB ×ps($ÏiB (#þqç7Î=øótƒ $Zÿø9r& z`ÏiB šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. óOßg¯Rr'Î/ ×Pöqs% žw šcqßgs)øÿtƒ  
Artinya : “Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.
Dinasakh dengan surat QS Al-Anfal [8] : 66
Ÿw (#râÉtG÷ès? ôs% Länöxÿx. y÷èt/ óOä3ÏY»yJƒÎ) 4 bÎ) ß#÷è¯R `tã 7pxÿͬ!$sÛ öNä3ZÏiB ó>ÉjyèçR Opxÿͬ!$sÛ öNåk¨Xr'Î/ (#qçR$Ÿ2 šúüÏB̍øgèC  
Artinya : “Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
b)      Sunnah dengan Al-Qur’an
اِسْتِقْبَلَهُ فِى الصَّلاةِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا
Artinya : “Bahwasannya Nabi SAW menghadap (Baitul Maqdis) dalam shalat enambelas bulan.”
فَوَلِّى وَجْهَكَ شَطْرَ المَسْجِدِ الحَرَامِ
Artinya : “Hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.” (QS Al-Baqarah, ayat 144)
c)      Sunnah dengan Sunnah
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَاررَةِ القُبُوْرِ اَلاَ فَزُوْرُهَا

5.      Hikmah Naskh
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, hikmah adanya naskh adalah sebagai berikut:
a)      Hukum Allah diturunkan untuk mewujudkan kepentingan hidup manusia. Kepentingan hidup manusia selalu berubah disebabkan perubahan hidup, waktu, dan tempat. Maka naskh sebagai salah satu jalan memperjelas hukum hasilnya sejalan dengan kepentingan hidup manusia di mana saja manusia hidup.
b)      Pembentukan hukum memerlukan adanya tahapan sehingga manusia tidak merasa kaget dan tidak merasa berat. Misalnya, proses keharaman khamar.
6.      Kaidah berhubungan dengan Naskh
القَطْعِيُّ لاَ يَنْسَخَهُ الظَّنُّ
Artinya : “Dalil qath’I tidak dapat dihapus dnegan dalil zanni.”