Senin, 23 Januari 2012

KAIDAH MUJMAL BAYAN



A.    MUJMAL DAN MUBAYYAN ( المجمل والمبيّن )
1.      Pengertian Mujmal dan Mubayyan
Mujmal ialah lafadz yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Ia bersifat global dan menyeluruh sehingga membingungkan. Abdul Wahab Khallaf  mendefinisikan mujmal sebagai “lafadz” yang pengertiannya tidak dapat dipahami dari lafadz itu sendiri apabila tidak ada qorinah/tanda-tanda yang menjelaskannya. contoh perintah sholat dalam Al-Qur’an ( ( وَ اقيموالصلواة... cara melaksanakanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan ayat tersebut. Berarti ayat itu bersifat mujmal. Untuk memperjelas perintah tersebut kita membutuhkan ketereangan lain.
Mubayyan ialah lafadz yang jelas makna dan  maksudnya, tanpa memerlukan keterangan lain untuk menjelaskannya.

Contoh :
ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$­ƒr& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sŒÎ) öNçF÷èy_u 3 y7ù=Ï? ×ouŽ|³tã ×'s#ÏB%x.
“Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari setelah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.” (QS Al-Baqarah : 196)
Lafadz “tsalatsati ayyamin” (tiga hari), “sab ‘atin (tujuh) dan “’asyaratun” (sepuluh) adalah sangat jelas sehingga tidak perlu penjelasan lagi.

2.      Macam-Macam Bayan
a)      Bayan dengan perkataan, misalnya :
ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$­ƒr& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sŒÎ) öNçF÷èy_u 3 y7ù=Ï? ×ouŽ|³tã ×'s#ÏB%x.
“Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari setelah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.” (QS Al-Baqarah/2 : 196)
Lafadz “tsalatsati ayyamin” (tiga hari), “sab ‘atin (tujuh) dan “’asyaratun” (sepuluh) adalah sangat jelas sehingga tidak perlu penjelasan lagi.
Ayat ini sebagai bahan (penjelas) dari rangakaian  kalimat sebelumnya tentang  pengganti denda/dam bagi orang yang melaksanakan haji tamattu’.
b)      Bayan dengan perbuatan, misalnya penjelasan Nabi SAW dalam masalah shalat.
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِى أُصَلِّى
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku mengerjakan shalat.” (HR Bukhari).
Cara shalat ini dijelaskan Rasulullah SAW.dengan perbuatan shalat dan sambil menyuruh orang lain untuk menirukannya. Oleh karena itu, penjelasan semacam ini disebut “Bayan dengan perbuatan”.
c)      Bayan dengan isyarat, misalnya hadits Nabi, “ Aku dan orang yang menanggung anak yatim seperti ini”. Rasulullah menunjukkan ibu jari dan jari tengah untuk menunjukka kedekatannya para penyantun anak yatim.
d)     Bayan dengan diam setelah ada pertanyaan, seperti ketika Rasulullah SAW. menerangkan tentang kewajiban haji di muka umum, kemudia ada salah seorang yang bertanya, apakah kewajiban haji itu tiap-tiap tahun? Kemudian beliau diam tidak memberikan jawaban. Maka diamnya Rasulullah SAW itu menjadi bayan bahwa kewajiban haji itu tidak setiap tahun.
e)      Bayan dengan meninggalkan perbuatan, seperti hadits riwayat Ibnu Hibban yang artinya : “Adalah akhir dua perkara pada Nabi SAW adalah tidak berwudhu karena makan apa yang dipanaskan oleh api.”
Hadits ini sebagai penjelaskan bahwa Nabi SAW tidak berwudhu setiap kali selesai makan daging yang dimasak.

3.      Kaidah terkait dengan Mujmal dan Mubayyan
تَأْخِيْرُ البَيَانِ عَنْ وَقْتِ الحَاجَةِ لاَ يَجُوْزُ
Artinya : “Mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan tidak dibolehkan.”
Maksudnya, dalam keadaan mendesak, memberikan penjelasan sesegera dan secepat mungkin menjadi keharusan.

تَأْخِيْرُ البَيَانِ عَنْ وَقْتِ الخِطَابِ يَجُوْزُ
Artinya : “Mengakhirkan penjelasan pada saat diperintahkan hukumnya boleh.”
Contoh, perintah salat, puasa, zakat, dan haji. Semua dijelaskan secara bertahap dan mendetail. Ia tidak langsung serta merta dijelaskan, tetapi penjelasannya diakhirkan. Dalam hal ini, yang lebih dipentingkan adalah kejelasan dari suatu  hukum, bukan kesegeraannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar