Senin, 23 Januari 2012

kaidah ushul fiqh kelas 12



$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Q.S al Baqoroh /2:278-279)

IFTITAH
Seorang mujtahid harus memahami nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berbagai bentuk ungkapan hukum di dalamnya harus dikuasainya. Untuk itu ia dituntut untuk menguasai gramatika bahasa Arab dan semestinya memahami maqasid syariahnya (tujuan-tujuan syariah).
Dengan demikian dia dapat menentukan hukum syar’i secara tepat. Bentuk paling banyak terdapat dalam nash adalah perintah dan larangan  ( َاْلاَمْرُوَالنَّهِي )  tetapi dalam konteks kalimat tertentu bentuk itu tidak selalu berarti berlaku hukum halal dan haram. Maka disinilah pentingnya kita memahami materi amar dan Nahi.
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita sulit memahami kata yang bersifat umum / ‘am, tidak terikat / mutlaq, dan global / muradif. Tetapi juga sering menjumpai kata-kata yang sudah jelas maknanya, tegas, dan terbatas. Kata-kata itu dalam ilmu ushul fiqih disebut khash, muqayyad, dan musytarak. Kita perlu mempelajari lebih cermat agar dapat menentukan dengan tepat kata-kata tersebut. Begitu juga kita sering menemui ungkapan-ungkapan yang dapat kita pahami secara tersurat dan tersirat. Yang tersirat inilah yang membutuhkan kecerdasan emosional untuk memahami secara benar. Dalam ilmu ushul fiqih inilah yang disebut mantuq dan mafhum.
Di akhir materi, kita akan belajar tentang nasikh dan mansukh. Untuk lebih memahami semuanya, simaklah dengan sekasama materi berikut ini.

 


 
A. AMAR DAN NAHI
 
( َاْلاَمْرُوَالنَّهِي )
1. AMAR        ( َاْلاَمْرُ )  
1.      Pengertian Amar       ( َاْلاَمْرُ )
Amar menurut bahasa berarti perintah, sedangkan menurut istilah :
الاَمْرُ طَلَبُ الْفِعْلِ مِنَ الاَعْلَى اِلَى الاَدْنَى
“Amar adalah perkataan meminta kerja dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih rendah.”

Amar adalah suatu lafal yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah derajatnya agar melakukan suatu perbuatan. Begitu juga perintah Allah SWT kepada manusia.

2.      Bentuk-Bentuk Amar dan Contohnya
Tidak semua amar ditunjukkan dalam kata (kalimat) imperatif. Untuk mengetahui bentuk amar dalam bahasa Arab, ada beberapa bentuk kata yang telah dirumuskan oleh ahli bahasa sebagai lafal yang menunjukkan makna perintah. Bentuk-bentuk tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Fi’il Amar
Contoh :
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$#
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS Al-Baqarah/2 : 43)
2)      Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam amar : ولتكن
Contoh :
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4
“Dan hendaklah diantara kamu yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (QS : Ali Imron /3: 104)
3)      Isim Fi’il Amar
Contoh :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3øn=tæ öNä3|¡àÿRr& ( Ÿw Nä.ŽÛØtƒ `¨B ¨@|Ê #sŒÎ) óOçF÷ƒytF÷d$# 4 
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu Telah mendapat petunjuk… (Q.S. Maidah /5:105)

4)      Isim Masdar pengganti fi’il
misal kata :    $ZR$|¡ômÎ)  = berbuat baiklah
Contoh :
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ)
“Dan kepada kedua orang tuamu berbuat baiklah.” (QS Al-Baqarah/2 : 83)
5)      Kalimat Berita (Kalam Khabar) bermakna Insya
Contoh :
يَتَرَبَصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ
“Hendaklah menahan dirinya.” (QS Al-Baqarah/2 : 228)
6)      Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti perintah
أَمََرَ,فَرَضَ, كَتَبَ, وَجَبَا
Contoh :
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs?
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah/2 : 183)

3.      Kaidah-Kaidah Amar dan Maknanya
a)      Kaidah pertama
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”

Tetapi jika ada qarinah yang dapat mengalihkan lafadz Amar itu dari arti wajib kepada arti yang lain, maka hendaklah dialihkan kepada arti lain sesuai yang dikehendaki oleh qarinah tersebut, antara lain sebagai berikut :
a)      Nadb  اَلنَّدَب artinya sunah atau anjuran
Contoh :
öNèdqç7Ï?%s3sù ÷bÎ) öNçGôJÎ=tæ öNÍkŽÏù #ZŽöyz (
“Maka hendaklah kamu buat perjanjian mukatabah dengan mereka bila kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (QS an-Nur/24 : 33)
b)      Irsyad اَلاِْرْشَادُ  artinya membimbing atau memberi petunjuk
Contoh :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang sampai masa yang ditetapkan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS-Al-Baqarah/2 : 282)
c)      Do’a (الدعاء) artinya permohonan
Contoh :
!$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$#  
“Wahai Tuhan kami, Berilah kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat.” (QS Al-Baqarah/2 : 201)
d)     Ibahah (الاباحة) artinya membolehkan
Contoh :
(#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur
“Makan dan minumlah kamu …” (QS Al-Baqarah/2 : 187)
e)      Tahdid (التهديد) artinya mengecam
Contoh :
(#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï©
“Kerjakanlah sekehendakmu” (QS. Fushilat/41 : 40)
f)       Ta’jiz (التعجيز) artinya melemahkan
Contoh :
(#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB
“Buatlah satu surat (saja) yang semisal dengan al-Qur’an itu.” (QS Al-Baqarah/2 : 23)
g)      Ikram (الاكرام ) artinya menghormat
Contoh :
$ydqè=äz÷Š$# AO»n=|¡Î0 tûüÏZÏB#uä
“Masuklah ke dalamnya (syurga) dengan sejahtera dan aman” (QS AL-Hijr /15: 46)

h)      Tafwidl ( التفويض ) artinya menyerah
Contoh :
ÇÙø%$$sù !$tB |MRr& CÚ$s%
“Putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan.” (QS Thaha/20 : 72 )
i)        Talhif ( التلهيف) artinya menyesal
Contoh :
(#qè?qãB öNä3ÏàøŠtóÎ/ 3
“Katakanlah (kepada mereka)! Matilah kamu karena kemarahanmu itu” (QS Ali Imran/3 : 119)
j)        Takhyir (التخيير) artinya memilih
Contoh :
مَنْ شَاءَ فَلْيَبْخَلْ وَ مَنْ شَاءَ فَليَجِدْ كَفَانِى نَذَاكُمْ عَنْ جَمِيْعِ الخِطَابِ
“Barang siapa kikir, kikirlah, siapa mau bermurah hati, perbuatlah. Pemberian Tuhan mencukupi kebutuhan saya.” (Syair Bukhaturi kepada raja)
k)      Taswiyah (التسوية) artinya persamaan
Contoh :
اُدْخُلُوْهَا فَاصْبِرُوا اَوْ لاَ تَصْبِرُوا
“Masuklah ke dalamnya (neraka) maka boleh kamu sabar dan boleh kamu tidak sabar, itu sama saja bagimu.” (QS Thaha/20 : 16)

b)      Kaidah Kedua : Perulangan dalam Suruhan
a)      Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التِكْرَار
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-ulangnya pekerjaan yang dituntut.”
Misalnya :
(#qJÏ?r&ur ¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur ¬!
“Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah/2 : 196)
Perintah haji dan Umrah tidak wajib dikerjakan berulang kali, tetapi cukup sekali saja, karena suruhan itu hanya menuntut kita untuk melaksanakannya.
b)      Amar (perintah) itu menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ يَقْتَضِى التِكْرَار مُدَّةَ العُمْرِ مَعَ الاِمْكَانِ
 “Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
Misalnya :
 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#r㍣g©Û$$sù 4
 “Jika kamu berjunub maka mandilah.” (QS Al-Maidah/5 : 6)
ٲOÏ%r no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$#
“Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir” (QS Al-Isra’ /17: 78)

c)      Kaidah Ketiga
الاَمْرُبِالشَّيْئِ اَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ
“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya / perantara.”
Misalnya, perintah mendirikan shalat berarti perintah untuk berwudhu, karena wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat.

d)     Kaidah Keempat
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى الفَوْرَ
“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan segera.”
Misalnya :
`yJsù šc%x. Nä3ZÏB $³ÒƒÍ£D ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé&
“Barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau sedang dalam bepergian jauh, hendaklah mengqadha puasa itu pada hari yang lain.” (QS Al-Baqarah/2 : 184)

Puasa Ramadhan yang ditinggalkan itu boleh ditunda mengerjakannya, asal tidak melalaikan pekerjaan itu dan sebelum masuk Ramadhan berikutnya.
e)      Kaidah Kelima
الاَمْرُ بَعْدَ النَّهْيِ يُعِيْدُ الابَاحَةِ
“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”

Misalnya :
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَاررَةِ القُبُوْرِ اَلاَ فَزُوْرُهَا
“Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang berziarahlah.” (HR Muslim)
#sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù
“Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berburulah.” (QS Al-Maidah/5 : 2)
Berdasarkan dua uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa perintah setelah larangan itu hukumnya mubah tidak wajib, seperti berziarah kubur dan berburu setelah ibadah haji.

2. NAHI ( النَّهِي )
a.       Pengertian Nahi (larangan)
Nahi menurut bahasa berarti mencegah atau melarang, sedangkan menurut istilah :
النَهْيُ هُوَ طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الاَعْلَى اِلَى الاَدْنَى
“Larangan ialah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu dari orang yang lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih rendah tingkatannya.”
Jumhur Ulama’ sepakat bahwa pada asalnya nahi itu menghasilkan hukum haram, karena semua bentuk larangan dapat dikatakan akan mendatangkan kerusakan. Contohnya, larangan merusak alam, larangan berzina, larangan berlaku riba, dan sebagainya. Jika larangan-larangan ini dilanggar, kerusakan dan kemusnahan kehidupan manusia jualah akibatnya.

b.      Bentuk-Bentuk Nahi dan Contohnya
Pernyataan yang menunjukkan larangan itu ada beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut :
1)      Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiah” / lam nahi = janganlah
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
“Dan jangan engkau memakan harta saudaramu dengan cara batil.” (QS Al-Baqarah/2 : 188)
Ÿw (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$#
“Janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-Baqarah/2 : 11)
2)      Lafadz-lafadz lain yang memberikan pengertian haram atau perintah meninggalkan perbuatan / suatu larangan.
Misalnya :
حَرَّمَ, اِحْذَرْ, اُتْرُكْ, نَهَى, دَعْ, ذَرْ
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur
“Diharamkan bagi kamu ibu-ibumu dan anak-anak perempuanmu.” (Qs An-Nisa’ /4: 23)
4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur
Ðan dilarang dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS An-Nahl/16 :90)

c.       Kaidah-Kaidah Nahi dan Maknanya
1)      Kaidah Pertama
الاَصْلُ فِى النَهْيِ لِلتَحْرِيْمِ
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram.”
Misalnya :
Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y  
“Dan janganlah kau mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan sejelek-jeleknya jalan.” (QS Al-Isra’/4 : 32)

Akal yang sehat dapat memahami secara pasti tentang keharusan meninggalkan sesuatu yang dilarang, seperti “perbuatan zina” sehingga perbuatan zina itu hukumnya haram. Kadang-kadang nahi (larangan) digunakan untuk beberapa arti (maksud) sesuai dengan larangan perkataan itu, antara lain sebagai berikut :

a)      Karahah   الكراهة 
Misalnya :
وَ لاَ تَصُلُّوا فِى اَعْطَانِ الاِبِلِ
“Janganlah mengerjakan shalat di tempat peristirahatan unta.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

Larangan dalam hadits ini tidak menunjukkan haram, tetapi hanya makruh saja, karena tempatnya kurang bersih dan dapat menyebabkan shalat kurang khusyu’ sebab terganggu oleh unta.
b)      Do’aالدعاء
Misalnya :
$oY­/u Ÿw ùøÌè? $oYt/qè=è% y÷èt/ øŒÎ) $oYoK÷ƒyyd
“Ya Tuhan Kami, Janganlah Engkau jadikan hati kami cenderung kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami.” QS Ali Imran /3: 8)
Perkataan janganlah itu tidak menunjukkan larangan, melainkan permintaan hamba kepada Allah SWT.
c)      Irsyad  الارشاد  artinya bimbingan atau petunjuk
Misalnya :
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=t«ó¡n@ ô`tã uä!$uô©r& bÎ) yö6è? öNä3s9 öNä.÷sÝ¡n@
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan memberatkan kamu.” (Qs Al-Maidah/5 : 101)
Larangan di atas hanya merupakan pelajaran, agar jangan menanyakan sesuatu yang akan memberatkan diri kita sendiri.
d)     Tahqir  التحقير meremehkan atau menghina
Misalnya :
Ÿw ¨b£ßJs? y7øt^øtã 4n<Î) $tB $uZ÷è­GtB ÿ¾ÏmÎ/ $[_ºurør& óOßg÷YÏiB
“Dan janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir)” (QS Al-Hijr/15 : 88)

e)      Tay’is التيئس artinya putus asa
Misalnya :
لاَ تَعْتَذِرُ اليَوْمَ
“Dan janganlah engkau membela diri pada hari ini (hari kiamat)” (QS At-Tahrim /66: 7)

f)       Tahdid  ( التّهديد )artinya ancaman
Misalnya :
لاَ تُطِعْ اَمْرِى
“Tak usah engkau turuti perintah kami”
g)      I’tinas  ( الإئتاس )artinya menghibur
Misalnya :
Ÿw ÷btøtrB žcÎ) ©!$# $oYyètB (
“Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah SWTbersama kita.” (QS At-Taubah/9 : 40)

2)      Kaidah Kedua
الاَصْلُ فِى النَهْيِ المُطْلَقْ يَقْتَضِى التِكْرَارَى فِى جَمِيْعِ الاَزْمِنَةِ
“Pada dasarnya larangan mutlaq itu menghendaki pengulangan dalam segala zaman.”

Apabila larangan itu tidak dikaitkan dengan batasan waktu atau sebab-sebab lain, maka berarti disuruh untuk meninggalkan selamanya, tetapi jika larangan itu terkait dengan waktu, maka larangan itu berlaku bila ada sebab saja.
Misalnya :
Ÿw (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß
“Janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk.” (QS an-Nisa’ /4: 43)

3)      Kaidah Ketiga
النَهْيُ عَنْ شَيْئٍ اَمْرٌ بِضِدِهِ
“Melarang dari sesuatu itu berarti memerintahkan sesuatu yang menjadi kebalikannya.”
Misalnya :
Ÿwur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan berlagak sombong.” (QS Luqman/31 : 18)
Larangan tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa kita diperintahkan untuk berjalan dengan sikap sopan.

4)      Kaidah Keempat
النَهْيُ يَدُلُّ عَلَى فَسَادِ المُنْهِىِّ عَنْهُ
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan perbuatan yang dilarang (baik ibadah maupun mu’amalah).”
Misalnya :
Larangan shalat dan puasa bagi wanita yang haid dan nifas. Jual beli binatang yang masih dalam kandungan. Hal ini tidak sah dan dilarang oleh syara’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar