Senin, 23 Januari 2012

RANGKUMAN KAIDAH USHIL FIQH


1.      Pengertian Amar       ( َاْلاَمْرُ )
الاَمْرُ طَلَبُ الْفِعْلِ مِنَ الاَعْلَى اِلَى الاَدْنَى
“Amar adalah perkataan meminta kerja dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih rendah.”
2.      Bentuk-Bentuk Amar dan Contohnya
a.       Fi’il Amar
b.      Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam amar : ولتكن
c.       Isim Fi’il Amar
d.      Isim Masdar pengganti fi’il
e.       misal kata :    $ZR$|¡ômÎ)  = berbuat baiklah
f.       Kalimat Berita (Kalam Khabar) bermakna Insya
g.      Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti perintah
أَمََرَ,فَرَضَ, كَتَبَ, وَجَبَا
3.      Kaidah-Kaidah Amar dan Maknanya
a.       Kaidah pertama
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”
b.      Kaidah Kedua : Perulangan dalam Suruhan
1)      Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التِكْرَار
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-ulangnya pekerjaan yang dituntut.”
2)      Amar (perintah) itu menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ يَقْتَضِى التِكْرَار مُدَّةَ العُمْرِ مَعَ الاِمْكَانِ
 “Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
c.       Kaidah Ketiga
الاَمْرُبِالشَّيْئِ اَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ
“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya / perantara.”

d.      Kaidah Keempat
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى الفَوْرَ
“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan segera.”
e.       Kaidah Kelima
الاَمْرُ بَعْدَ النَّهْيِ يُعِيْدُ الابَاحَةِ
“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”

4.      Pengertian Nahi (larangan)
النَهْيُ هُوَ طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الاَعْلَى اِلَى الاَدْنَى
“Larangan ialah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu dari orang yang lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih rendah tingkatannya.”
5.      Bentuk-Bentuk Nahi
a.       Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiah” / lam nahi = janganlah
b.      Lafadz-lafadz lain yang memberikan pengertian haram atau perintah meninggalkan perbuatan / suatu larangan.
6.      Kaidah-Kaidah Nahi dan Maknanya
a.       Kaidah Pertama
الاَصْلُ فِى النَهْيِ لِلتَحْرِيْمِ
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram.”
b.      Kaidah Kedua
الاَصْلُ فِى النَهْيِ المُطْلَقْ يَقْتَضِى التِكْرَارَى فِى جَمِيْعِ الاَزْمِنَةِ
“Pada dasarnya larangan mutlaq itu menghendaki pengulangan dalam segala zaman.”

c.       Kaidah Ketiga
النَهْيُ عَنْ شَيْئٍ اَمْرٌ بِضِدِهِ
“Melarang dari sesuatu itu berarti memerintahkan sesuatu yang menjadi kebalikannya.”
d.      Kaidah Keempat
النَهْيُ يَدُلُّ عَلَى فَسَادِ المُنْهِىِّ عَنْهُ
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan perbuatan yang dilarang (baik ibadah maupun mu’amalah).”
7.      Al ‘Am (العَامُ ) secara bahasa berarti umum, merata, menyeluruh, sedangkan menurut istilah Ushul Fiqih :
8.      Kaidah ‘Am
عُمُوْمُ العَّامِ سُمُوْلِيٌّ وَ عُمُوْمُ المُطْلَقِ بَدَلِيٌّ
Artinya : “Keumuman ‘am itu bersifat menyeluruh  sedangkan keumuman mutlaq itu bersifat mengganti / mewakili.”

9.      Pengertian Khash menurut istilah Ushul Fiqih :                  
الخَصُّ هُوَ اللَفْظُ الذِى يَدُلُّ عَلَى مَعْنًا وَاحِدًا
Artinya : “Lafadz yang menunjukkan satu makna tertentu.”
10.  Mutlaq menurut bahasa berarti lepas tidak terikat, adapun menurut istilah berarti suatu lafadz tertentu yang tidak terikat yang dapat mempersempit keluasan artinya.
11.  Muqayyad menurut bahasa berarti terikat. Menurut istilah adalah suatu lafadz tertentu yang terikat oleh lafadz lain yang dapat mempersempit keluasan artinya.
12.  Nash Al-Qur’an atau As-Sunnah disebutkan dengan lafadz mutlaq, sedangkan di tempat lain disebutkan dengan bentuk muqayyad,
13.  Kaidah yang berhubungan dengan Mutlaq dan Muqayyad

المُطْلَقُ يَبْقَى عَلَى اِطْلاَقِهِ مَا لَمْ يَقُمْ دَلِيْلٌ عَلَى تَقْيِيْدِهِ
 Artinya : “Hukum mutlaq ditetapkan berdasarkan kemutlakannya sebelum ada dalil yang membatasinya.”
المُقَيَّدُ بَاقٍ عَلَى تَقْيِيْدِهِ مَا لَمْ يَقُمْ دَلِيْلٌ عَلَى اِطْلاَقِهِ
Artinya : “Hukum muqayyad tetap dihukumi muqayyad sebelum ada bukti yang memutlakannya.”
14.  Mantuq secara bahasa berarti yang diucapkan, secara istilah ialah suatu makna yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri (menurut ucapannya). Mantuq bermakna tekstual / yang tersirat.
15.  Mafhum menurut bahasa artinya dipahami, sedangkan menurut istilah suatu makna yang tidak ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri, tetapi menurut pemahaman terhadap ucapan lafadz tersebut. Mafhum bermakna kontekstual (yang tersirat) apabila suatu hal atau hukum diambil berdasarkan pemahaman terhadap suatu ucapan maka dinamakan mafhum. .
16.  Mafhum dibagi menjadi dua yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah.
17.  Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi 2 macam
1)            Fahwal Khitab.
2)            Lahnal khitab.
18.  Mafhum Mukhalafah, terdiri dari enam, macam :
1)      Mafhum sifat,
2)      Mafhum syarat,
3)      Mafhum ‘adad (bilangan),
4)      Mafhum Ghayah (batas),.
5)      Mafhum Hashr (pembatas/penyingkat) itu.
6)      Mafhum Laqab

19.  Mujmal ialah lafadz yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan.
20.  Mubayyan ialah lafadz yang jelas makna dan  maksudnya, tanpa memerlukan keterangan lain untuk menjelaskannya.
21.  Macam-Macam Bayan
a.       Bayan dengan perkataan,
b.      Bayan dengan perbuatan,
c.       Bayan dengan isyarat.
d.      Bayan dengan diam setelah ada pertanyaan,.
e.       Bayan dengan meninggalkan perbuatan,
22.  Kaidah terkait dengan Mujmal dan Mubayyan
تَأْخِيْرُ البَيَانِ عَنْ وَقْتِ الحَاجَةِ لاَ يَجُوْزُ
Artinya : “Mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan tidak dibolehkan.”

23.  Muradif ialah beberapa lafadz yang menunjukkan satu arti.
24.  Zahir menurut bahasa berarti jelas, sedangkan menurut istilah ialah suatu lafadz yang jelas, lafadznya menunjukkan kepada suatu arti tanpa memerlukan
25.  Takwil menurut istilah adalah memalingkan arti zahir kepada makna lain yang memungkinkan berdasarkan dalil/bukti, sehingga menjadi lebih jelas.
26.  Kaidah berhubungan dengan Takwil
الفُرُوْعُ يَدْخُلُهُ التَّأْوِيْلُ اتِّفَاقًا
Artinya : “Masalah cabang (furu’) dapat dimasuki takwil berdasarkan konsensus.”
الاُصُوْلُ لاَ يَدْخُلُهُ التَّأْوِيْلُ
Artinya : “Masalah ushuluddin (akidah) tidak dapat menerima takwil.”

27.  Nasikh menurut bahasa dari kata نَسَحَ berarti menghapus, memindahkan atau membatalkan, sedangkan menurut istilah ushul fiqih ialah
النَّسْحُ هُوَ رُفِعَ حُكْمٌ شَرْعِيٌّ عَنِ المَكَلَّفِ بِحُكْمٍ شَرْعِىٍّ مِثْلِهِ مُتَأَخَِرِ
Artinya : “menghapus hukum syara’ yang ditetapkan terdahulu dengan hukum syara’ yang datang kemudian.” .
 Yang membatalkan disebut nasikh dan yang dibatalkan disebut mansukh.

28.  Macam-macam Nasakh
a.       QS. Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
b.      Sunnah dengan Al-Qur’an
c.       Sunnah dengan Sunnah
29.  Kaidah berhubungan dengan Naskh
القَطْعِيُّ لاَ يَنْسَخَهُ الظَّنُّ
Artinya : “Dalil qath’I tidak dapat dihapus dnegan dalil zanni.”



KAMUS ISTILAH

1. Dalalah                      ; petunjuk
2. Kaidah                      : rumusan yang menjadi dasar hukum, aturan yang
                                        sudah pasti
            3. Tersirat                    : tersimpul, tersembunyi
            4. Muskil                     : tidak jelas
            5. Sigat                        : ucapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar